Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Toto Suharto, menyarankan Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk meninjau ulang kebijakan pencabutan moratorium pembangunan perumahan. Kebijakan ini rencananya akan mulai diberlakukan sejak 12 November 2025 mendatang. Peninjauan ulang ini dinilai krusial demi menjaga keberlanjutan lingkungan di wilayah tersebut.
Saran tersebut muncul karena kekhawatiran akan dampak serius terhadap lingkungan, terutama di Kecamatan Cigugur. Kawasan ini dikenal sebagai zona resapan strategis yang vital bagi ketersediaan air. Keputusan ini berpotensi memicu konversi lahan produktif yang selama ini menopang ketahanan pangan daerah.
Oleh karena itu, pengkajian ulang kebijakan pencabutan moratorium pembangunan perumahan di Kuningan diharapkan dapat dilakukan dengan lebih hati-hati. Pemkab Kuningan disarankan untuk memperkuat kajian teknis dan memperjelas mekanisme pengawasan. Hal ini penting sebelum memberikan izin kepada para pengembang yang akan membangun di wilayah tersebut.
Kekhawatiran Dampak Lingkungan dan Lahan Produktif
Toto Suharto menegaskan bahwa langkah pencabutan moratorium pembangunan perumahan perlu dikaji secara cermat. Ia khawatir kebijakan ini akan berdampak negatif pada keberlanjutan lingkungan, khususnya di Kecamatan Cigugur. Kawasan tersebut merupakan zona resapan air yang sangat strategis bagi Kabupaten Kuningan.
Ia menyoroti pentingnya menjaga lahan produktif dan kawasan resapan dari gangguan pembangunan. “Jangan ganggu lahan produktif dan kawasan resapan. Pembangunan perumahan di zona resapan air keliru bila tidak mengacu pada peta kawasan lindung dan RTRW,” kata Toto. Keputusan pengembangan permukiman harus disertai kontrol ketat agar tidak memicu konversi lahan.
Kawasan Cigugur, termasuk wilayah Cipondok di Kuningan, merupakan titik vital resapan air yang tidak boleh terganggu. Kerusakan pada area resapan bersifat permanen dan akan berdampak pada ketersediaan air. Hal ini akan memengaruhi masyarakat dalam jangka panjang jika tidak diantisipasi dengan baik.
Oleh karena itu, Pemkab Kuningan disarankan untuk memperkuat kajian teknis. Selain itu, mekanisme pengawasan sebelum pemberian izin kepada pengembang juga perlu diperjelas. Kebutuhan hunian bagi masyarakat memang penting, namun harus tetap diseimbangkan dengan kelestarian lingkungan dan tata ruang yang ada.
Tanggapan Pemerintah Kabupaten Kuningan
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas PUTR Kabupaten Kuningan, Putu Bagiasna, menjelaskan alasan pencabutan moratorium. Kebijakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini sejalan dengan program nasional percepatan penyediaan rumah rakyat yang dicanangkan pemerintah pusat.
Putu Bagiasna menambahkan bahwa kebijakan ini didukung oleh kajian akademik yang komprehensif. Kajian tersebut menilai bahwa sejumlah titik di Kuningan masih layak untuk dikembangkan menjadi area perumahan. “Kami memastikan pemerintah daerah tetap memegang fungsi pengawasan, agar pembangunan tidak melanggar aturan tata ruang maupun mengganggu kawasan lindung,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, menegaskan komitmen pemerintah daerah. Setiap proses perizinan akan diawasi secara ketat dan pengembang wajib mematuhi ketentuan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pemerintah daerah akan menyeimbangkan antara kebutuhan hunian dan keberlanjutan lingkungan demi kepentingan masyarakat luas.
Dian juga menyampaikan bahwa pencabutan moratorium perumahan bukanlah keputusan mendadak. Prosesnya telah berlangsung selama beberapa tahun dan dipengaruhi berbagai pertimbangan. Data tingginya backlog perumahan di Kabupaten Kuningan menunjukkan kebutuhan rumah yang besar. “Pencabutan moratorium dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan disertai persyaratan ketat,” ucap Dian.
Sumber: AntaraNews
