Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, secara resmi membuka International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy (ICCCRL) 2025 atau Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) di Jakarta. Acara ini dihadiri lebih dari 200 peserta dari 19 negara serta ribuan peserta daring dari seluruh dunia.
Pentingnya Literasi Keagamaan Lintas Budaya
Dalam sambutannya, Abdul Mu’ti menekankan bahwa pendidikan adalah fondasi membangun rasa saling percaya di masyarakat multiagama dan multikultural. Menurutnya, dunia kini membutuhkan kesadaran baru untuk saling memahami dan menerima perbedaan.
“Kesadaran tentang pentingnya kita bisa memahami dan menerima yang berbeda adalah kesadaran yang sangat penting. Perbedaan bukanlah pemisah, tapi justru penghubung yang memperkuat kita,” ujar Mu’ti.
Tiga Prinsip Keterbukaan untuk Harmoni Lintas Budaya
Mu’ti memperkenalkan tiga prinsip keterbukaan yang perlu ditanamkan dalam pendidikan dan interaksi lintas budaya, yaitu:
- Open Mind – Membuka pikiran untuk memahami perspektif berbeda
- Open Heart – Membuka hati untuk menerima perbedaan dengan empati
- Open House – Membuka ruang kerja sama lintas agama dan budaya
Menurut Mu’ti, prinsip-prinsip ini membantu menciptakan kehidupan lintas budaya yang harmonis dan memperkuat kerja sama global.
Generasi Muda Sebagai Agen Literasi Lintas Budaya
Abdul Mu’ti menekankan peran generasi muda dalam gerakan literasi lintas budaya. Dengan keterlibatan mereka, diharapkan mereka lebih percaya diri untuk melintas batas perbedaan dan membangun toleransi sejak dini.
“Pendidikan ibarat menanam pohon untuk masa depan. Mungkin kita belum melihat hasilnya sekarang, tapi manfaatnya akan sangat panjang,” tambahnya.
Kerja Sama Internasional dan Komitmen ASEAN
Konferensi LKLB 2025 terselenggara atas kerja sama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dengan Institut Leimena serta mitra internasional lainnya. Acara ini juga sejalan dengan komitmen ASEAN membangun komunitas inklusif dan kohesif melalui pendidikan lintas budaya.
Acara ini menghadirkan diskusi mendalam, studi kasus, dan praktik terbaik dalam literasi keagamaan lintas budaya, sekaligus menjadi platform bagi para pendidik, peneliti, dan pembuat kebijakan untuk berbagi pengalaman global. Dikutip dari metrotvnews.com
